Saat sebuah hubungan pertemanan semakin tak berjarak. Adakah yang
kembali berfikir bagaimana hubungan itu bisa terjalin?. Apalagi saat
pertemanan itu mulai dibubuhi rasa suka. Rasa cinta. Dan rasa untuk
saling memiliki. Saling melindungi..
***
Sekarang
aku sedang memikirkannya. Aku menemukan orang itu beberapa bulan lalu.
Pertemuan yang tidak disengaja. Tapi terkesan sedikit memaksa.
Aku
selalu tertawa jika mengingat kejadian itu.Lucu sekali. Saat itu, aku
baru saja keluar dari bioskop. Tapi tiba – tiba saja ponselku bergetar.
Mama meneleponku dan memberi kabar bahwa ayah kecelakaan. Aku yang panik
langsung berlari keluar. Menyetop semua taksi yang lewat. Dan tidak ada
yang berhenti satupun.
Karena kehilangan akal sehat, akhirnya aku
berdiri di tengah jalan. Sebuah mobil sport tengah melintas. Klakson
dibunyikan berkali – kali. Tapi aku tetap diam di tempat. Mobil itu
berhenti. Aku sedikit tersenyum. Kemudian aku masuk ke dalam mobil itu
dan memaksa sang pemilik untuk mengantarku ke rumah sakit.
Itu
pertemuan pertamaku dengannya. Tidak terlalu bagus kan?. Tapi, ajaibnya
aku bisa berteman dengan orang itu sampai sekarang. Ya. Berteman. Dengan
amat sangat baik. Bahkan aku sudah berani untuk memberi nama cinta di
atas pertemanan kami. Itu aneh. Kan?.
***
Malam
ini langit terlihat membosankan. Karena tidak ada bintang, langit jadi
tidak menarik untuk dilihat. Biasanya kalau sudah seperti itu aku akan
menonton tv dengan kakak. Tapi sayang. Kakak tidak pulang kali ini. Dia
masih ada di Amerika untuk menyelesaikan kuliahnya.
Ini
membosankan sekali. Jika bosan bisa membuat seseorang mati. Aku yakin.
Aku pasti sudah tidak bernyawa sejak beberapa jam yang lalu.
Ponselku
menjerit. Aku meraihnya. Ada nama Alex disana. Dan tanpa pikir panjang
aku menekan tombol hijau untuk menjawab panggilannya.
“Hei..”. Suara diseberang sana terdengar menggantung.
“Kenapa?”.
“Enggak. Cuma mau denger suara kamu aja”.
“Dasar aneh”.
“Kamu lagi apa?”.
“Bernafas, berkedip, dan.. menjawab pertanyaan kamu. How about you?”.
“Hahaha”. Alex tertawa renyah saat mendengar jawabanku. “Aku baru saja selesai olah raga”. Sambungya kemudian.
“Olah raga?. Di malam hari?. Aneh sekali”.
“Bukan aneh. Ini karena keadaan. Aku selalu sibuk dipagi hari. Jadi aku hanya bisa berolah raga di malam hari”.
“Hahaha.. yang benar saja. Sibuk apanya?. Bahkan kamu belum bekerja”. Aku terkikik.
“Aku hidup sendiri di sini. Jadi aku harus memasak, membersihkan rumah..”.
“Ah
sudahlah. Aku tidak mau mendengar alasanmu. Lagipula itu tidak penting
bagiku. Hahaha”. Aku memotong kalimat Alex. Kemudian menertawakannya.
“Baiklah, sudah malam. Aku harus tidur sekarang. Dah..”.
“Sweet dreams”. Balasnya sebelum menutup telepon.
Selalu
saja begini. Sebelum bertemu dengannya, aku selalu tidur tepat pukul 8
malam. Tapi sekarang. Aku selalu tidur diatas pukul 10 malam. Dia
membuat mataku menghitam di setiap pagi. Dan anehnya, aku menikmati
setiap perbincanganku dengannya di malam hari. Tidak peduli meski
keesokan harinya mataku akan terlihat seperti mata panda.
***
Seperti
malam – malam sebelumnya. Aku menunggu panggilan dari Alex. Berkali –
kali aku mengecek ponselku. Tapi tak ada apapun disana. Sampai akhirnya
aku memutuskan untuk memulainya terlebih dahulu.
“Halo..”. Ucapku mengawali pembicaraan.
“Hey”. Balas Alex singkat.
“Selain bernafas dan berkedip. Apa yang kamu lakukan?”.
“Aku?. Hanya menonton tv dan minum. Bagaimana denganmu?”.
“Aku juga menonton tv sekarang. Tapi aku tidak sedang minum”.
“hahahaha”. Alex tertawa mendengar jawabanku.
“Kapan kamu berencana untuk pulang?”. Aku mulai serius.
“Mungkin bulan Agustus. Lagipula aku akan segera menjalani wamil”.
“Benarkah?. Tidakkah terlalu cepat untuk mengikuti wamil?”.
“Aku
rasa tidak. Oh maaf, aku agak aneh malam ini. karena aku sedang minum.
Aku harap kamu bisa mengerti”. Jelas Alex padaku. Aku terdiam. Ternyata
dia minum dalam arti yang sebenarnya. Bodoh. Kenapa aku baru
menyadarinya?.
“Apa ada masalah?. Biasanya orang minum karena sedang merasa tidak baik”.
“Hahaha. Aku hanya bosan”. Orang itu tertawa sekali lagi.
“Bosan?.
Hanya karena itu?. Harusnya kamu olahraga seperti biasanya saja jika
bosan. Atau kamu bisa menggangguku saja. Minum tidak baik untuk
kesehatan. Tunggu bagaimana kalau kamu mabuk?”.
“Tenanglah. Aku hanya minum voka dan bir. Tidak akan terjadi apapun. Lagipula aku ada di rumah sekarang”.
“Omong kosong apalagi ini?. Berhentilah minum dan tutup mulutmu!”. Aku sedikit berteriak dan menutup telepon dengan segera.
Aku
langsung menyambar jaket dan bergegas mencari taksi. Orang itu benar –
benar membuatku panik. Kebiasaan dari negara asalnya hampir membuatku
gila. Terakhir kali dia bilang minum, dia sedang tidak sadarkan diri di
bar. Dan alhasil aku juga yang harus menjemputnya.
***
Aku
sampai di apartementnya. Aku langsung masuk begitu saja. Untungnya aku
pernah dikasih tau Alex kode sandinya. Jadi, aku sudah menganggap
apartement Alex seperti apartementku sendiri. Hahaha. Lagipula kita ini
teman kan?.
Tadi, terakhir dia bilang. Dia sedang menonton tv.
Tapi di depan tv tidak ada orang sama sekali. Hanya kaleng bekas minuman
yang tersebar tak karuan. Apa dia sedang bercanda. Keterlaluan sekali.
Aku
beralih masuk ke dalam kamar Alex. Tapi tidak ada juga. Apa dia main –
main denganku?. Awas saja. Jika dia berani. Dia akan mati.
“Aku
mencintaimu. Itu alasanku kenapa aku mau tinggal disini”. Samar aku
mendengar sebuah suara. Aku berjalan mengikuti arah suara itu.
“Kenapa?.
Kenapa baru saat ini..”. Aku mendengar suara seorang gadis. Langkahku
terhenti. Aku melihat pantulan tubuh gadis itu. Dia tengah duduk di
samping Alex. Mereka duduk di lantai. Tepat di depan lemari es. Kaleng
minuman dan makanan tersebar dimana – mana.
“Sebelumnya aku ragu.
Tapi, berkat seseorang. Aku mulai yakin dengan perasaanku. Dia bilang
jika kamu mau menemuiku lagi setelah kita berpisah selama ini. Berarti
kamu juga memiliki perasaan yang sama denganku”.
Aku terdiam
mendengar penuturan Alex barusan. Jadi itukah gadis yang pernah dia
ceritakan padaku?. Diakah gadis yang sangat dicintai Alex?.
“Mmm..
Orang itu benar. Tapi..”. Kalimat gadis itu menggantung. Dia menatap
Alex. Begitupun sebaliknya. Dan entah mengapa ada sesuatu yang terasa
perih di organ dalamku.
“Apa kamu orang yang sejahat itu?.
Bagaimana bisa kamu mengungkapkan perasaanmu tepat 2 bulan sebelum kamu
mengikuti wamil?”. Gadis itu bersuara lagi. Lelehan bening menetes dari
sudut matanya.
“Itu sudah menjadi keputusanku. Aku memang jahat.
Tapi percayalah. Aku mencintaimu. Aku akan segera kembali untukmu. Aku
janji”. Alex memeluk erat gadis itu. Kemudian mencium puncak ubun –
ubunnya.
Aku melemas. Ada yang memberontak kesakitan dari dalam
tubuhku. Aku tidak tau kenapa ini bisa terjadi. Apa ini yang disebut
patah hati?. Rasanya benar – benar menyiksa.
Aku melangkah keluar
tanpa suara. Aku tidak mau Alex mengetahui kedatanganku. Kututup pintu
dengan hati – hati. Sampai diluar, aku tumbang. Pijakanku roboh.
Pertahananku jebol. Airmata yang aku simpan dari tadi mengalir tanpa
henti.
Saluran pernafasanku menyempit. Seperti tidak ada lagi
udara yang bisa aku hirup. Perasaanku tersangkut di tenggorokan. Tidak
bisa aku keluarkan. Tidak bisa juga aku pendam. Rasanya benar – benar
memuakkan.
Dengan sisa tenaga yang ada, aku bangkit. Berjalan
menyusuri malam yang sunyi. Meski sempoyongan, aku masih tetap memaksa
untuk berjalan. Aku yakin. Aku pasti sudah seperti orang gila sekarang.
Menangis ditengah jalan malam – malam seperti ini. Hanya untuk seorang
pria. Aku pasti sudah gila.
Aku mengacak rambutku asal. Kemudian
sebuah lengkingan suara klakson melengking di saluran pendengaranku. Aku
menoleh. Cahaya terang yang menyilaukan membuat pandanganku mengabur.
Sampai aku sadar, itu adalah sebuah mobil yang berhasil menabrakku dari
samping. Dan sukses besar membuat tubuhku terpental. Terguling beberapa
kali. Sampai akhirnya pelipisku terantuk trotoar. Mataku menutup. Entah
kenapa aku tidak bisa membukanya meski aku paksa.
“Ve.. Ve.. kamu
bisa denger suara aku?. Buka mata kamu. Veiry Ve. Kamu denger?. Aku
bilang buka mata kamu!”. Samar aku mendengar suara seseorang sambil
mengguncang tubuhku yang berada dalam dekapannya. Suara yang sangat
familiar untukku.
Dan semuanya menjadi gelap. Aku tidak tau apapun
lagi. Aku juga tidak bisa merasakan apapun lagi. Meski dekapan orang
itu masih bertahan. Sampai aku sadar, sang pemilik suara itu, sang
pemilik dekapan itu adalah Alex.
Ya, dia Alex. Dia adalah sahabatku. Dia yang aku cintai. Dan dia juga yang mengakhiri segala penderitaanku.
end