Sabtu, 15 Maret 2014

PASTEL (Just a Story)

"Tumben jam segini pulang". Laki laki itu menepuk bahu seseorang di hadapannya.
"Gue mau ke toko buku". Orang itu menjelaskan sambil membenarkan posisi ransel yang bertengger manis di punggungnya.
"Tumben. Mau ngapain? seumur umur baru kali ini gue denger lo mau ke toko buku".Laki laki itu masih tidak bisa percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.
"Gue nggak tau. Gue rasa ada sesutau yang narik gue supaya gue dateng ke sana".Orang itu berteriak. Kemudian berlari meninggalkan laki laki yang baru saja menjadi lawan bicaranya.

Sebenarnya tidak ada yang spesial di dalam bangunan bercat putih itu. Tapi orang ini masih betah saja berkeliling di antara deretan rak buku. Entah mengapa, pada akhirnya dia mengambil sebuah novel bersampul warna warni yang mencolok. PASTEL itu judul novel yang baru saja di ambilnya.
Lembar pertama di buka. Matanya langsung menyapu pada ucapan terimakasih penulis. Tepat di nomor 4. Tatapannya berhenti.
~Keempat, terimakasih pada sahabatku pastel. Tanpa dia mungkin dulu aku akan dihukum karena pastel. Jadi aku memanggilnya pastel. Sekali lagi terimakasih. Aku harap dia bisa membacanya. Karena saat ini aku kehilangan dia. Saat aku sadar. aku menyukainya~.
Itu yang tertulis di sana. Orang itu langsung tertarik untuk membacanya. Dia pergi ke sudut ruangan. Kemudian duduk disana dan mulai membaca. Ada yang salah dengan orang ini. Sebelumnya dia bukan tipe laki laki yang suka membaca. Apalagi novel. Ada apa dengannya?.

Akhirnya dia selesai. Dua jam dia berkutat dengan bacaan itu. Dan akhirnya dia bisa menyelesaikan bacaannya dengan baik. Sekali lagi ada yang salah dengannya. Sebelumnya dia bukan tipe laki laki yang cengeng. Tapi saat ini dia tengah menangis. Meskipun tanpa suara.
"Tanpa kau sadari, aku menangis karena mu". ucapnya saat menutup novel yang baru saja selesai di bacanya.

"Saya ingin tanya. Kenapa anda memberi judul pastel di novel anda ini?".Lamat laki laki itu mendengar sesuatu.
"Karena isi dari novel ini semuanya tentang pastel". seorang yang lain menjawabnya.
"Lalu apa yang anda maksud dengan pastel. Apakah seperti pensil warna atau makanan? Kenapa anda menyebut tokoh yang dicintai tokoh utama dengan sebutan pastel?".
"Terserah pembaca ingin mendefinisikannya seperti apa. Karena pada akhirnya orang yang kita cintai bisa mewarnai hari hari kita saat bersamanya. Seperti pastel. Dan Orang yang kita cintai bisa mengenyangkan kita di saat lapar. Seperti pastel". Jawab orang itu lagi. laki laki itu langsung mengintip seseorang yang sedari tadi dia dengarkan pembicaraannya.
"Maaf disana itu sedang ada apa?". laki laki itu bertanya pada petugas yang tidak sengaja lewat.
"Itu ada jumpa penulis. Anda bisa bertanya dan meminta tanda tangan di sana. Dia penulis novel yang baru saja abda baca". jelas petugas itu saat melihat novel yang ada di genggaman laki laki itu.

"Atas nama siapa?". gadis itu bertanya dengan ramah.
"Pastel". jawab laki laki itu. "kau juga suka pastel? Baiklah akan kutulis sesuatu untukmu". Gadis itu tidak mengalihkan pandangannya dari novel yang sedang ditandatangani.
"Boleh aku tanya? Kenapa kau suka dengan pastel?". Laki laki itu bertanya.
"Karena dia, hari hariku jadi penuh warna. Kalau kau?".
"Aku suka pastel karena aku memiliki kenangan dengan seseorang berkat pastel". Laki laki itu menjawab. Sementara gadis yang ada di hadapannya masih heboh mencari pulpen. Entah mengapa tiba tiba saja semua pulpen yang di bawanya mati. Padahal sebelumnya masih bisa digunakan.
Laki laki itu membuka ranselnya. Kemudian mengeluarkan sebuah box yang berisi satu set pastel lengkap dengan segala antek anteknya.
"Terimakasih. Tapi apa kau selalu membawa ini kemanapun kau pergi?".

"Ya. Berkat seseorang aku jadi menyukai pastel. Dan aku kuliah di jurusan seni. Jadi aku membawanya setiap saat".
"Baiklah. ini sudah selesai". Gadis itu menyodorkan novel yang dia tandatangani tadi. Matanya terfokus pada laki laki di hadapannya. Gadis itu baru sadar bahwa dia terlambat. Dia terlambat melihat pastelnya kembali. Gadis itu terlalu fokus dengan pekrjaannya. sampai tidak sadar kalau keajaiban sedangmenghampirinya.
"Apa kau sudah menemukan pastelmu?". Tanya laki laki itu sekali lagi.
"Ya. Aku rasa sudah. Bagaimana denganmu?". Gadis itu berkaca kaca. Pandangan mereka saling bertemu."Mmm aku telah menemukannya". Dan laki laki itu turut berkaca kaca. Mereka masih saling memandang. Dan keduanya larut dalam keheningan.

END

Minggu, 09 Maret 2014

Kalau Jodoh Pasti Bertemu (just a story)

Seberat apapun ujian yang telah kita hadapi. Sebesar apapun usaha yang telah kita lalui. Separah apapun pengorbanan yang telah kita jalani, jika memang jodoh, jika memang sudah ditakdirkan, pasti akan bertemu. Bagaimanapun dan apapun caranya itu.
Terbukti. Sekarang ini seorang gadis bernama viona tengah menangis sendu ditengah meriahnya acara pernikahan. Mata bulatnya terus saja memproduksi sebuah cairan. Entah kenapa tapi ini diluar kendali viona. Bahkan viona tidak dapat menyampaikan perintah otaknya pada efektor.
"Hey.. kenapa?". Sebuah tangan meyentuh bahu viona. Rasanya benar benar damai. Masih sama seperti dulu.
"Nggak apa apa kok". Viona sesenggukan.
"Lalu kenapa ada hujan di wajahmu?". Orang itu bertanya lagi. Dia memang tidak pernah barang sekalipun untuk berubah. Bahkan sampai detik inipun dia masih sering menggunakan bahasa kiasan. Laki laki ini memang istimewa.
"Harus ada hujan kalau aku ingin melihat pelangi. kan?". Kata viona kikuk.
"Ya, itu benar. Mau tisu?". Seorang wanita menyahut. Dia Eno. Yang menjadi sorotan hari ini. Dengan gaun pengntin yang membalut tubuhnya, dia tampak semakin cantik.Dia juga terlihat sangat anggun.
"Terimakasih. Tapi tidakkah sebaiknya untuk kalian bersiap siap?. Acara pernikahan akan segera dimulai". Ucap viona datar. Bahkan viona membuang muka kala itu.
"Viona benar kak. Kakak pergilah dulu. Pasti calon suami kakak sudah menunggu". Alex tersenyum renyah. Sementara viona terdiam untuk beberapa saat. Laki laki ini hampir saja membuat viona mati berdiri. Dia memang tidak pernah berubah.
"Kakak?. Calon suami?. Apa maksudmu?. Bukankah kau yang akan menikah?". Suara viona melengking di saluran pendengaran alex. Begitu nyaring.
"Aku? hahaaha. kau ini bisa saja". Tawa alex terpecah. "Mana mungkin viona. Hati aku masih ketinggalan di kamu. Lagian kamu kan yang minta aku buat nunggu kuliah kamu sampai selesai?. Itu alasan kita putus".
"Tapi...tapi di undangan ada nama kamu. Dan..bukannya kakak kamu udah punya suami? Makanya dia tinggal di Bali dan ngebiarin kamu sendirian di Jakarta. Kan?".
"Jadi itu alasan kamu bikin hujan di wajah kamu yang cantik ini?". Alex menaikkan dagu viona. Kemudian membelainya untuk beberapa saat.
"Kakak aku memang udah menikah. Tapi gagal di tahun ketiga. Dan ini pernikahannya yang kedua. Lagi pula kamu udah baca undangan yang aku kasih ke kamu kan?". Suara alex mengendur. sementara viona hanya mengangguk pelan.
"Udah baca sungguh sungguh?". Tanya alex lagi. Viona mengangguk untuk kedua kalinya.
"Bohong. Kalau kamu baca sungguh sungguh harusnya kamu tau. Coba jawab siapa nama aku?".
"Alex Santana". Jawab viona lirih.
"Dan yang ada di undangan itu. Alex Santhana. Kami orang yang berbeda".
"Jahat. Mulai sekarang kamu gausah nungguin aku lagi. Gausah repot repot pingin balikan sama aku lagi". Viona mendengus. Memasang wajah sejutek mungkin.
"Tapi vio..". Kalimat alex terhenti ketika jari telunjuk viona mendarat di bibirnya.
"Stop it. Aku nggak mau lagi pacaran sama kamu. Aku maunya langsung dinikahin sama kamu. Titik!".
"Kamu ngancem aku?".
"enggak. Aku nglamar kamu alex. Dasar gapeka!".


See, Jodoh itu udah ada yang ngatur. Udah ada jalannya sendiri sendiri. Gausah deh repot repot dikejar. Kalau jodoh pasti bertemu kok.

end