Bagiku, hal paling menyedihkan di dunia ini adalah ketika aku tidak bisa
memutar waktu untuk kembali ke saat saat dimana aku menjadi orang
bodoh. Bodoh. Karena melakukan hal yang sia sia sia dan akhirnya malah
membahayakan diriku sendiri.
Aku muak. Pada segala hal. Termasuk pada pada diriku sendiri. Pada semua kegelapan ini, dan rasa sakit ini. Aku muak.
Berapa kali aku meneteskan air matapun, semuanya tidak kunjung membaik. Tidak pernah sedikitpun.
Aku benci akhir November. Aku benci hujan. Dan aku benci harus duduk
di bangku ini setiap hari. Pada waktu yang sama. Dan pada posisi yang
sama. Jujur aku ingin mengakhirinya. Meskipun aku tau hal itu tak pernah
di perbolehkan.
Aku terlalu lelah menghadapi kenyataan. Maka aku telah membuat sebuah keputusan. Aku harus menyudahinya. Dengan caraku sendiri.
Tanganku meraih sebuah benda kecil yang ada di sebelah bangkuku.
Entah bagaimana bentuknya, aku sudah lupa. karena aku sudah lama tidak
melihatnya. Yang pasti benda itu indah karena mengkilap.
Aku sudah siap. Kuarahkan benda itu ke nadiku. Kemudian mengayunnya
secara perlahan. Meresapi setiap hembusan transformasi waktu yang akan
aku lalui. Tapi tunggu, aku merasakan kehadiran seseorang di hadapanku.
Menahan sebuah benda yang berada di genggamanku dengan tangannya.
Dia meremasnya, hingga ku rasakan sebuah cairan menetes di tanganku.
"Sudah kubilang, jangan pernah melakukan hal seperti ini lagi.
Tolong. Hentikan niatmu untuk mengakhiri hidup. Aku minta maaf sungguh.
biarkan aku yang mencari jalan keluar untuk kesembuhanmu". Ucap irang
itu. Aku mengenali suaranya. Dia.Alex.
"Simpan saja ucapan terimakasihmu, jika itu tidak bisa mengembalikan mataku". Balasku datar.
"Melodi. Tolong, untuk kali ini saja. Maafkan aku. Anggap ini seolah
olah hari terakhir untukku". Laki laki keturunan perancis itu kembali
berujar. "Aku sayang sama kamu. Au mencintaimu melodi". Bisiknya dengan
suara bergetar.
"Tidak akan pernah". Aku mengambil tongkat di sebelahku kemudian pergi.
Aku mendengar sesuatu setelah lima langkah dari tempatku semula.
Itu, suara seseorang yang tumbang. Langkahku terhenti. Aku memutar balik
badanku. Aku baru sadar. Apa alex terkena goresan dari pisau yang ada
di genggamanku tadi?. Oh tidak. Semoga aku salah. Aku lupa. Alex adalah
penderita hemofilia. Dia tidak boleh terluka. Atau...
Aku melempar tongkatku asal. Berlari asal untuk menemukan alex. Kupeluk erat dia. Dan aku menangis dalam dkapannya.
"Alex. kau dengar aku? Aku akan memaafkanmu. Tapi dengan syarat jangan pernah tinggalkan aku. kumohon". Aku terisak.
"Aku benar benar minta maaf melodi.Maaf". Bisiknya lemah.
"Iya aku tau. Aku akan memaafkanmu. sungguh. tapi kumohon,
bertahanlah". Aku benar benar menangis. Dan saat itu juga, aku merasakan
ada sesuatu yang melemas dalam pelukanku. Ada detak jantung yang
terhenti disana. Alex..
Manusia paling bodoh yang pernah jatuh pada lubang yang sama adalah
aku.Jelas jelas aku tau bahwa penderita hemofilia tidak boleh terluka.
Tapi aku malah melukai perasaan alex berkali kali. Entah ada berapa
banyak bekas sayatan di hatinya. Entah ada seberapa dalam lubang di
sana. Itu semua pasti karena aku. Dan parahnya, aku yang membuat cerita
hidupnya berakhir. Aku membuat nafasnya terhenti.
Beberapa saat yang lalu.
"Dia siapa?".
"Dia, kau tau? Aku butuh seseirang yang bisa menemani aku saat kau tidak di sampingku".
"Dia siapa?".
"Dia pacarku".
"Jadi begitu? Kau menghianatiku? Begitu? Baiklah".
Dan setelah mengetahui kenyataan pahit itu. Dengan bodohnya aku
menyetir mobil dengan kecepatan extra. Hingga insiden besar itu terjadi,
dan akhirnya aku kehilangan penglihatanku.
Sebenarnya, setelah ditelaah memang aku yang salah atas hilangnya
penglihatanku. Tapi dengan jahatnya, aku malah memusuhi alex. Memang
benar dia telah menghianatiku. Tapi setidaknya dia masih peduli denganku
saat aku ingin mengakhiri hidup. Bukan hanya sekali. Tapi bekali kali.
Dan dengan jahatnya, aku malah menghentikan nafasnya.Maaf.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar