Senin, 23 Desember 2013
Love Story (in December)
November telah berlalu. Tapi entah mengapa hujan masih saja betah mengguyur bumi. Bahkan setiap hari hujan datang. Lewat rintiknya yang membuat basah. Dengan petir yang menyambar penuh amarah. Desember menjadi lebih berwarna.
Dengan hari ini, sudah terhitung pertengahan bulan. Tapi sekolah belum juga diliburkan. Padahal kegiatan belajar mengajar sudah usai. Mengadakan acara pensi seperti ini sangat tidak efektif. Menurutku. Hanya buang duit plus bikin sakit hati.
Apa coba menariknya pensi di SMA Merpati?. Cuma ada band – band pemula gitu. Iya sih vokalisnya ada yang cakep. Tapi.... Stop it please. Jangan bahas itu lagi.
“Alex!”. Jerit anak – anak bertepatan dengan naiknya personil band pembuka ke atas panggung. Sementara sang pemilik nama hanya melambaikan tangan penuh kebanggaan. Sebagai seorang vokalis, dia yang memiliki kharisma paling besar diantara personil lainnya. Apalagi dia memiliki wajah tampan. Jadi tidak heran kalau dia lebih menonjol. Dibanding leo sang gitaris yang tidak terlalu tinggi tapi berkulit putih, atau bintang sang drumer yang berkulit hitam manis. Rayhan yang memegang bass juga memiliki kulit agak gelap.
Selain berpawakan tinggi, kurus, punya lesung pipi, kulit putih, punya sederet gigi putih, anak – anak juga suka model rambut jabriknya. Pokoknya dia yang menjadi icon dari grupnya. Alex. Anak – anak satu sekolahpun pasti kenal dengan dia.
Bagaimana mestinya…
Membuatmu jatuh hati kepadaku
Tlah kutulis kan sejuta puisi
Meyakinkanmu membalas cintaku
Alex mulai melantunkan sebuah lagu hits dari ‘Ada Band’. Baru bait pertama, dan semua orang langsung menjerit histeris karenanya.
Haruskah ku mati karena mu
Terkubur dalam kesedihan sepanjang waktu
Haruskah kurelakan hidupku
Hanya demi cinta yg mungkin bisa membunuh ku
Hentikan denyut nadi jantung ku
Tanpa kau tahu betapa suci hatiku
Untuk memiliki mu
Pada bait ke dua seorang gadis muncul.Namanya Elena. Alex merangkulnya dengan sebelah tangan. Membuat anak – anak semakin histeris menjerit. sama halnya seperti apa yang dilakukan organ dalamku. Dia tengah menjerit histeris meminta bantuan untuk ditolong.
Fokusku terganggu. Begitu juga pandanganku yang mulai mengabur karena sebuah cairan telah mengantri di pelupuk mataku untuk di keluarkan. Tapi aku masih bisa melihat dengan jelas ketika atap panggung bergoyang. Kemudian secara refleks aku melangkah maju kedepan. Naik keatas panggung. Saat alex mendorong Elena kemudian aku mendorong alex. Semua terjadi dengan begitu cepat. Sampai pada akhirnya atap itu rubuh. Sebelum aku turun dari panggung. Menghujam kepalaku dengan kerasnya dan menindih tubuhku. Pandanganku mengabur kala itu. sebelum benar – benar menjadi gelap.
“apa dia baik – baik saja?”. Samar aku mendengar suara alex.
“terjadi pendarahan. Dia butuh darah. Tolong cari darah A. Karena stok rumah sakit habis”. Seseorang yang lain menyahut.
“Ambil darah saya. Golongan darah saya A. Ambil sebanyak – banyaknya asalkan dia bisa selamat”.
“baiklah. Anda harus cek terlebih dahulu”.
Suara itu hilang untuk beberapa saat. aku tidak mendengar apapun lagi. Semua hanya terasa gelap bagiku.
Sampai aku merasakan sebuah tangan menggenggam tanganku. Begitu hangat. Nyaman, dan aku merasa damai.
“Viona..kumohon. bertahanlah untukku. Akan kuberikan semua darahku untukmu. Tapi kumohon buka matamu untukku. Aku ingin bersamamu lagi. Bermain bersama, bercanda, aku masih ingin melakukan itu denganmu. Apa kau masih marah karena kejadian waktu itu?. aku minta maaf. Sungguh. Aku tidak bermaksud. kau tau kan, Elena adalah temanku satu grup. Jadi tidak salahkan kalau kami sangat akrab. Kami sudah seperti keluarga. Jadi tolong, maafkan aku. Dan buka matamu. Karena aku sangat mengkhawatirkanmu. Kenapa kau harus naik ke panggung saat itu?. harusnya aku yang terbaring seperti ini. bukan kau. Kenapa kau harus menyelamatkanku?. Kau ini.. kau membuatku takut. Kau tau?. Aku takut kalau kau meninggalkanku. Karena aku mencintaimu. Kau dengar itu?. bukalah matamu. Sebentar saja”.
Aku merasa ada yang menetes di tanganku. Perlahan kubuka kelopak mataku. Aku mengerjap. Ada alex di sebelahku. Menggenggam tanganku. Dan dia tengah menangis.
“Viona. Kau bisa mendengarku kan?”. Tanyanya padaku. Aku hanya mengangguk.
“maafkan aku vio. Aku janji aku tidak akan melakukan hal itu terjadi lagi. Kau membuatku takut. Kau tau?. Aku takut kehilanganmu. Amat sangat. Karena aku mencintaimu”. Alex memelukku begitu saja. Tanpa ku tau penyebabnya. Dia terisak dalam pelukanku.
Entah kejadian rubuhnya atap itu adalah takdir atau bukan. Aku sangat berterimakasih karenanya. Meskipun aku harus merasakan sakit dan terbaring lemah terlebih dahulu. Kalau pada akhirnya aku bisa bersama alex, aku rasa itu sudah cukup adil. Memang harus ada pengorbanan sebelum ada kebahagiaan kan?.
#@#
Beberapa hari lalu..
Langit mendung. Jadi aku harus menemui alex sebelum hujan turun. Kami ada janji sore ini. kata alex sih mau nonton. Dengan semangat 45 aku lari pontang – panting dari kelas ke ruang kesenian yang berada di sudut sekolah. Lumayan bikin kaki gempor. Meski nafas masih tersengal, kubuka kenop pintu.
“Permisi Alex ad...?”. Ucapanku terputus ketika mataku menangkap sebuah pemandangan yang memuakkan.
Alex. Di pangkuannya, ada seorang gadis yang tengah terlelap disana. Gadis yang sudah sangat familiar denganku. Bahkan kami sudah sangat akrab. Dia elena.
Aku berbalik. Menutup pintu dengan hati – hati. Kemudian lari mati – matian untuk menjauh. Meski hujan telah turun dengan derasnya. Aku tumbang ditengah hujan. Menahan sebuah rasa sakit yang menghujam organ dalamku. Meresapi setiap inci patahan patahan halus di dalam sana. Yang tengah menjerit kerena terlalu sakit.
Mataku dengan spontan memproduksi sebuah cairan bening yang tengah bercampur denga hujan. Membuatku terisak penuh tekanan. Aku menangis. Tidak peduli meski orang – orang melihatku.
“kau cemburu?”. Seorang laki – laki muncul di hadapanku dengan membawa payung. Kemudian berjongkok dan menaikkan daguku. Menatapku dengan penuh kedamaian.
Aku menggeleng. Mencoba lari dari tatapannya.
“Elena hanya temanku”. Sambungnya.
“aku juga. Jadi apa hak ku untuk cemburu?. Aku bukan siapa – siapa untukmu. Jadi terserah saja kau mau melakukan apa”. Aku bangkit dan meninggalkan alex. Dia masih membeku disana. Masih berada di posisi yang belum bergeser sedikitpun.
End
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar